Filosofi Korek Api (Renungan Ambalan Kartini Sudirman SMA N 1 Talun)

Malam ini, hujan deras kian membuat kulit tua menjadi semakin tua. Nyala lilin yang sedari tadi telah kita nikmati tak juga berkurang intensitasnya. Walaupun kita sendiri atau berkelompok, lilin tetap menyala terang, tak pilih jumlah yang diteranginya. Itulah ilmu, menerangi yang lain dan seberapa banyaknya tetap tidak akan berkurang dalam diri kita. Seperti halnya lilin, semakin kita menerangi yang lain dengan ilmu kita, semakin
berguna kita, semakin dianggap kita sebagai pahlawan.


Kini, masing-masing orang telah memegang sebatang korek apinya sendiri. Mari kita nyalakan, dan cahaya lilin telah tenggelam dalam derasnya hujan awal tahun ini. Kini, masing-masing korek api menerangi wajah-wajah para penegak pembela tanah air. Namun, semakin lama, korek api ini akan semakin habis. Ia kini mejadi arang yang hanya dicampakkan tak bernilai. Itulah hidup kita.
Bedanya, sang korak api tahu kapan ia akan redup dan berasap, tetapi tidak bagi kita. Kita tak pernah tahu kapan kita akan redup, akan berasap dan menjadi bangkai arang tak berguna.
Kita tak lebih dari sebatang korek api. Ia tahu kapan ia menghitam, maka ia dedikasikan seluruh hidupnya untuk menerangi sekeliling. Ia diciptakan bukan untuk dirinya sendiri. Ia tidak tahu kenapa ia diciptakan, selain hanya untuk berteman dengan api dan menghitam. Kini ia telah patah, telah terpuruk dalam bentuk lain tak berharga. Namun ia tertawa di balik awan hitam langit Talun ini, ia tertawa, karena telah menerangi wajah-wajah kuyu kedinginan itu. Ia bermanfaat untuk orang lain!
Coba kita lihat pada diri kita. Masing-masing manusia seperti batang korek api. Bedanya, mereka tak tahu kapan harus berasap putih. Namun satu yang harus dijunjung tinggi. Kita bermanfaat untuk yang lain, sementara kita belum berasap.
Dalam balutan cokelat-cokelat ini, kita adalah Pramuka. Pakaian-pakaian ini, warna-warna ini adalah warna para pejuang yang mejadi korek bagi yang lain. Mereka menantang maut dengan pakaian cokelat-cokelat semacam ini membela tanah air Merah Putih yang kita kenakan di balik leher-leher kita. Tak sadarkah kita adalah titisan para pejuang?
Kita Pramuka. Tetapi Pramuka bukan diciptakan untuk kita, melainkan kita dilahirkan untuk menjadi Pramuka. Menggurat perjuangan-perjuangan melanjutkan bapak-ibu kita, membuat negeri ini tetap Merah-Putih. Dengan seragam cokelat-cokelat ini, telah kita warisi semangat mereka yang rela ditembak mati.
Aku rindu cahaya itu, akan ku katakan malam ini, awal tahun 2011, aku adalah pahlawan. Aku titisan wajah-wajah yang bersinar untuk yang lain. Aku adalah korek api, aku adalah lilin, aku adalah aku. Tak ada orang yang menyinariku, tetapi aku bercahaya bagi yang lain. Dalam seragam cokelat-cokelat akulah Pramuka, dan aku dilahirkan dalam darah para pejuang dan darahku ini masih mendidih untuk berjuang. Aku adalah korek api.
Filosofi Korek Api (Renungan Ambalan Kartini Sudirman SMA N 1 Talun) Filosofi Korek Api (Renungan Ambalan Kartini Sudirman SMA N 1 Talun) Reviewed by Unknown on 17:24 Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.